Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

About Someone

Aku turun dari angkutan umum yang biasa disebut mopen di kota kecil kami, Pematangsiantar. Aku sendiri tinggal di Kabupaten Simalungun, tetangga kota kecil itu. Jam saat itu menunjukkan pukul 19.00 WIB. Sadar belum melaksanakan solat maghrib, aku mempercepat langkahku menuju rumah.

Di depan rumah, ia telah setia menantiku. Di antara derai hujan yang mulai reda, aku menghampirinya. Ia masih berpakaian lengkap terbalut mukena. Aku tahu ia sedikit cemas karena gadis kecilnya mulai pulang semakin malam. Aku dan juga teman-temanku terpaksa menanggung derita pulang lebih lama sejak jam dinding di bimbingan belajar kami dikembalikan sesuai dengan jam nasional. Huh.

Ia bertanya, "Ngga solat dulu di bimbel?"
"Uh, ngga, Mak. Ngga ada kawan." jawabku singkat.

Lalu aku bergegas memasuki kamarku yang sempit tapi cukup nyaman untuk tidurku.

Dia ibuku.
Wanita yang sekarang sudah berkepala lima. Ya, dia memang sudah tua. Wajar sekali jika rambutnya telah memutih dan otot-ototnya semakin mengendur. 

Dia wanita energik dengan keberanian yang tinggi. Namun hatinya begitu lembut jika disentuh sesuatu yang lembut. Ia mudah sekali menangis ketika melihat film-film drama yang mengharukan.

Ingin juga aku menitikkan buliran air mata ketika sesekali mencium pipinya. Saat tangannya kotor ketika harus menyalamiku sebelum aku pergi sekolah. Dengan kecupan bunyi ala anak balita, ia tersenyum.

Tanpa sepengetahuanku, ia pernah membeberkan prestasi yang kuraih pada ibu-ibu lain, meski itu hanya lulus Try Out. Senyumnya merekah sempurna ketika suatu ketika di hari ke-17 bulan Agustus aku membawa piala juara II lomba English News Casting dari sekolah. Prestasiku masih sepersejuta jika dibandingkan kasih sayangnya.

Namun, tak jarang aku menyusahkannya. Bukannya membantu mengerjakan pekerjaan rumah, aku malah membantu memporak-porandakan rumah. Bukuku bertebaran dimana-mana. Hingga terkadang ia jua yang harus merapikannya.

Aku hanya pengagum rahasianya. Yang sering merusak tidur malamnya. Yang sering memecahkan barang-barang kesayangannya.

Aku menyayanginya. Mencintainya.
Walau hanya lewat kata yang membeku di ujung lidah.





Ida Mayasari

Komentar

Posting Komentar

jangan sungkan untuk berkomentar ya :)

Postingan Populer